traveling, backpacking, living

Selasa, 09 Mei 2023

“Antara Hongkong Dan Macau”

“jacky chan dan film kung fu nya yang mendunia”

     Alunan musik tradisional china di pagi buta membuat ku terbangun dari tidur ku, kulihat waktu masih menunjukkan pukul 7 pagi, ku intip melalui jendela dari mana suara keras itu berasal, ternyata tampak puluhan orang tua dan muda bahkan anak kecil pun ikutan berbaris mengikuti gerakan seseorang di depan nya, ya, ternyata mereka latihan kung fu bersama di pagi hari, setelah keluar dari hotel ku temukan ternyata tidak di area hotel tempat ku menginap saja kegiatan itu di lakukan, di beberapa spot lain nya seperti taman kota dan pelataran lain nya juga melakukan hal yang sama, ahh…ternyata film jacky chan yang sering ku tonton itu benar ada nya, warga local disini masih mempertahankan budaya nya yang mendunia itu, bersyukur sekali aku bisa menyaksikan secara langsung !





     Musim dingin membuat ku tetap memakai jaket di siang hari sekali pun, ditambah angin yang berhembus kencang menusuk tulang saat berjalan di area avenue of star, area yang terkenal dengan patung Bruce Lee nya ini sebagai penghormatan kepada beliau atas dedikasi nya di dunia bela diri maupun industri film di hongkong, diikuti dengan banyak nya cap tangan dari mereka yang di kenal di industri film di lantai di area ini.







     Kota yang sangat bersih, rapi, dan teratur, memaksa kita tak boleh sembarangan untuk membuang sampah, merokok, dan hal lain nya disini, hukum yang di serukan benar benar mereka terapkan, belum lagi megah nya konstruksi jalur kereta bawah tanah nya yang ter koneksi ke seluruh penjuru kota ini, dan kehidupan di bawah tanah ini tak kalah ramai nya dengan kondisi di atas sana, karena di penuhi dengan tempat makan, belanja, bermain dan fasilitas lain nya.

     Museum Madame Tussaud nan terkenal itu juga tak lupa ku sambangi, replika orang orang berpengaruh dari seluruh dunia di hadirkan disini dan di buat semirip mungkin, mulai dari warna kulit, postur tubuh dan detail lain nya yang sangat sempurna.




     Area The Peak jadi menu wajib untuk dinikmati, melihat kota ini secara penuh dari puncak ketinggian menambah rasa kagum terhadap bagaimana mereka membangun kota ini, walaupun harus merogoh kocek yang lumayan untuk sampai ke atas puncak nya, paling tidak terbayarkan dengan pemandangan yang disuguh kan, saat menikmati pemandangan, terdengar teriakan seseorang “ indonesiaaaaa…indonesiaaa…” pria itu berdiri di pojok sembari mengibar ngibar kan bendera merah putih, ternyata dia seorang tour leader yang sedang mengumpulkan orang orang yang tercecer dari grup nya dari Indonesia, wahh kasian sekali, padahal menikmati suasana malam di area The Peak ini adalah kesempatan menikmati gemerlap nya lampu lampu dari kota ini, itulah kenapa aku tak pernah mau ikut acara tour begini, moment moment terbaik sering kali terlepas kan, di karenakan harus mengejar destinasi selanjut nya yang sudah ter jadwalkan, bahkan tak jarang harus tertunda perjalanan hanya karena menunggu peserta tour yang tercecer.






     Menyebrangi lautan menuju Macau, sang Negara tetangga nya yang bahkan jauh lebih kecil lagi secara skala luas membuat ku semakin penasaran dengan apa yang ada disana, setauku saat itu hongkong adalah bekas jajahan inggris dan macau bekas jajahan portugis, namun saat sesampai nya disana ternyata benar saja, arah petunjuk jalan maupun fasilitas umum dituliskan dalam bahasa portugis, gedung gedung peninggalan portugis juga masih menghiasi kota ini, Rua De Sao Paolo adalah salah satu bangunan peninggalan portugis yang banyak di kunjungi para wisatawan yang singgah kesini, sambil menikmati egg tart makanan khas kota ini, ku nikmati setiap sudut kota ini.






     Dikenal sebagai kota judi membuatku memasuki beberapa tempat perjudian ternama disini, dan jujur saja disini adalah yang termegah dan terbesar di seluruh asia, kebanyakan mereka yang beroperasi di las vegas membuka cabang perjudian disini, buka non stop 24 jam dan di penuhi anak muda maupun orang tua, bahkan di beberapa meja judi di penuhi sekumpulan nenek nenek berpenampilan necis, di sebagian tempat makanan dan minuman di berikan secara gratis kepada pengunjung yang sedang bermain, menambah betah mereka untuk tetap duduk bermain dan makin lupa waktu, waktu sudah menunjukkan pukul 7 pagi, tak terasa waktu berputar di dalam tempat ini, cashout ticket senilai beberapa juta rupiah saat itu menyudahi malam itu, what a beginner luck !








Senin, 08 Mei 2023

“Saigon Short Escape”

“mengenal sejarah adalah bagian dari sebuah eksistensi”

     “Bro, the shipment has been delayed for 4 days”, ujar partner kerja ku, waduhh…bosan juga rasa nya nunggu di KL 4 hari, Cuma enak nya kemana yah ? akhir nya aku memutuskan untuk menjenguk Negara tetangga bekas jajahan prancis, yak, adalah Vietnam yang saat itu ku dapatkan tiket pp nya tak lebih dari 400 ribu rupiah dari dan ke KL, saat itu juga aku langsung menuju ke airport dari sebuah tempat ngopi yang hits di KLCC, setiba nya di KLIA langsung cek in, naik ke pesawat, pejamkan mata, dannnn…..cussss….

     Tak lama tertidur di pesawat, terbangun karena orang orang sudah mulai heboh siap siap untuk turun dari pesawat, wahh ternyata sudah sampai di Saigon yang kini dikenal nama nya Ho Chi Minh City, proses imigrasi nya lumayan cepat, namun saat di pintu keluar, salah seorang petugas mencegat ku sambil nunjuk kearah tas yang ku bawa, setelah di buka dan di cek, parfum yang ku bawa jadi alasan untuk di kenakan pajak, WHAT ? seketika itu juga aku berdebat dengan si petugas, menjelas kan bahwa ini parfum konsumsi pribadi ! aku di tarik ke belakang dan dia berbisik memelas minta uang senilai 200 ribu Dong, ya, mata uang vietnam ini nama nya DONG ! dengan beribu alasan dia menjelas kan keadaan nya, akhir nya aku pun kasihan melihat nya yang kurus kerempeng itu, kuberikan sehelai pecahan 100 ribu rupiah, dia menyalami ku sambil berterimakasih dan mengantarku ke pintu keluar airport, sungguh moment yang aneh untuk sebuah perkenalan di tempat baru, di tambah sebuah mobil Toyota innova ber stir kiri tapi jalan nya di sisi kanan jalan yang mengantar ku ke hotel semakin membuat ku ter heran heran.




     Setelah cek in hotel, perut yang sudah keroncongan ini memaksa ku untuk jalan keluar mencari sesuap nasi yang mana setelah keliling sekitaran hotel tak ku temukan, mata tertuju ke sebuah restaurant er embel embel "PHO" , yang mana setauku semacam mie pangsit ber isi kan daging, ku percepat langkah menuju tempat itu dan langsung menunjuk foto mie ber isi kan daging di daftar menu, di karenakan si mbak mbak nya bilang “No English”. Tak lama makanan datang, dan benar saja, ternyata memang lezat dan berbeda sekali rasa nya dengan yang pernah ku coba di salah satu restaurant di Jakarta, dan pasti nya jauh lebih MURAH !. 

     Setelah perut kenyang, aku mengelilingi beberapa spot di kota ini yang ternyata antara satu dan lain nya saling berdekatan, bahkan dengan berjalan kaki saja rasa nya tak memakan waktu yang lama, iklim nya juga mirip dengan indonesia, jalanan yang di penuhi oleh roda dua ber helm cetok mengingat kan ku pada kota Jakarta, hiruk pikuk klakson pun mewarnai ramai nya jalanan, gedung gedung dan bangunan peninggalan kolonial prancis yang bertransformasi menjadi kantor kantor pemerintahan dan fasilitas umum menghiasi sudut sudut kota ini.

     Saigon notre dame cathedral yang fotogenik, Saigon opera house yang cantik mempesona, Bitexco financial tower nan unik, Saigon central post office yang ada kemiripan dengan station di new york, Saigon square dan juga Nguyen hue street yag selalu ramai di malam hari tempat warga lokal menghabiskan waktu adalah spot spot berdekatan yang bisa ter eksplorasi hanya dalam 1 hari saja ! ku tutup perjalanan hari ini dengan dinner on board di sebuah kapal mewah ber konsep fine dining sambil mengitari sungai, namun karena nilai tukar mata uang mereka yang mana 2x lipat lebih rendah daripada rupiah, maka harga yang dibayarkan tentunya tidak menguras isi dompet yang sudah tipis ini !









     “Wake up sir, we are here”, ujar sang driver, oh, ternyata aku sudah sampai di Chu Chi Tunnel yang terkenal itu, perjalanan pagi ini memakan waktu kurang lebih 4 jam an, lumayan jauh dan dikarenakan beberapa titik kemacetan yang memperlambat perjalanan ku, memasuki situs perang Vietnam amerika serikat ini membuatku terpana, mulai dari kontur wilayah, iklim, strategi perang, tempat persembunyian, tempat tinggal warga yang mereka buat di bawah tanah bak terowongan gorong gorong yang mengular ke segala penjuru dan saling terhubung, makan, tidur dan ber kegiatan disana disaat itu tentu nya tak terbayangkan, tak heran Negara kecil ini mampu memenangkan peperangan melawan raksasa adidaya amerika serikat.






     Sebelum kembali ke hotel, kusempatkan diri untuk mencoba beberapa senjata yang mereka sediakan bagi tamu yang ingin mencoba nya di shooting field, lagi lagi nilai tukar mata uang yang membuat ku berhasil mencoba beberapa model senjata yang di sediakan, jika saja di Indonesia, tak mungkin semurah ini dengan fasilitas selengkap ini, kapan lagi, at least once in a lifetime in the right place !







"Di Tawar Hombreng Bersorban Di Dubai”


“Kejutan dalam sebuah perjalanan memperkaya makna perjalanan itu sendiri, suka atau tidak suka”


     Mendarat di Dubai airport akan selalu memberikan kesan tersendiri, bertabur kemewahan dengan ornamen emas di setiap dinding nya, tak lupa di setiap sudut dipajang jam dinding ber merk Rolex, WHAT ? ya Rolex, benda yg selalu menjadi sebuah simbol status sosial seseorang, di dubai diperuntuk kan sebagai fasilitas umum penanda waktu bahkan di area toilet, paradox yg membuat kesan berbeda kepada setiap kita yg menyaksikan nya, sebagian mendefinisikan sebagai sebuah sikap arogan tentang kekayaan, namun buat ku, mereka malah mengajar kan ku tentang cara mendefinisikan kekayaan, yang mana apapun merk dan opini sosial tentang suatu barang, fungsi dari sebuah jam dinding adalah sejati nya untuk penunjuk waktu, tak lebih daripada itu, dan pemerintah nya memberikan kualitas terbaik untuk di nikmati kepada tamu yang datang ke Negara mereka, sungguh sebuah hal positif yang patut kita tiru !





     Antrian imigrasi yang saat itu tak terlalu panjang di sebab kan baik nya penataan dan banyak nya jumlah counter yang sedikit membuat rasa penat ter obati, ditambah lagi dengan diberikan nya voucher menginap Cuma Cuma karena saya menggunakan emirates airline saat itu, lagi lagi sungguh first impression sempurna  !

     Butik papan atas yang memenuhi airport ini sedikit berbeda dengan yang ku temui di beberapa Negara lain nya, tak jarang dari mereka yang menata display barang yang dijual dengan cara minimalis, ya, tak sedikit yang memajang baju dalam kondisi terlipat di atas sebuah meja kayu sederhana ala Ramayana, yang mana jika di Indonesia pasti lah di gantung dengan hanger kayu cedar mewah dengan hook stainless steel yang semakin melengkapi kesan “ barang mahal “, oh, ternyata tidak berlaku untuk sebuah jam dinding saja way of thinking mereka ! pikirku. Sebuah baju yang saat itu kutemui di sebuah mall di Jakarta selatan bertuliskan harga senilai 3 juta rupiah, disini tertulis 1,8 juta rupiah, ahh…tetap saja tak ku beli, namun, benar benar menjadi surga belanja bagi mereka yang punya passion untuk itu.

     Rasa haus pun melanda, yang memaksa ku untuk mampir ke sebuah minimarket, sebotol air mineral termahal yang pernah ku beli, ya, senilai 24 ribu rupiah ! eh teh manis ? 70 ribu rupiah ! terntaya harga bensin disini jauuuhhhh lebih murah daripada sebotol air minum kata sang kasir ! namun baru ku sadari juga ternyata banyak mereka yang bekerja disana datang dari india dan Filipina, mulai dari kasir, penjaga toko, customer service, sampai ke pekerja konstruksi dan bidang lain nya, Nampak nya kedua Negara ini memiliki hubungan yang cukup intens dalam kerjasama di bidang ke tenaga kerjaan.

     Sesampai nya di hotel, empuk nya kasur tak bisa ter elak kan, walaupun terik matahari memaksa mata ini untuk terjaga, namun kasur di depan mata lebih menggoda ku untuk istirahat sejenak, ku tutup gorden di belakang kasur menyusul mata ini perlahan tertutup.

     Terbangun di sore hari, ku lanjutkan perjalanan untuk menyambangi beberapa tempat tempat menarik, di jalan jalan kota di penuhi kendaraan mewah dari seluruh brand ternama di dunia, konon katanya kendaraan ini pun masuk ke dalam bagian dari objek bebas pajak, masuk ke  dubai mall yang konon katanya mall terbesar di dunia yang lumayan menyiksa otot kaki untuk mengelilingi nya, hotel yang ber bintang tujuh yang hanya ada satu di dunia, wahana bermain salju di tengah gurun pasir, tak lupa juga burj al arab nan eksotis berdiri megah diatas air laut, serta burj khalifa yang merupakan bangunan ter tinggi di dunia, belum lagi jalan tol super luas yang rasa nya memiliki jumlah line terbanyak di dunia, semua tempat tempat ini selalu membuat terpana, bagaimana sebuah gurun tandus nan gersang hanya dalam kurun waktu 30 sampai 40 tahun bisa ber transformasi ke sebuah Negara maju nan eksotis dengan segala ke luar biasa an nya, sungguh takdir Allah tak satu pun yang bisa menduga.





     Penat dan lapar membawa ku ke sebuah area private beach di malam hari, lagi lagi di penuhi ras india dan Filipina, tanpa banyak pilih lagi ku masuki restaurant ber logo kfc, saat antri memesan makanan, seseorang ber paras arab menyambangi ku dan berkata “ sir, my boss want to talk to you there “ sambil menunjuk seseorang yang juga ber paras arab di sudut meja yang ber pakaian gamis berbalut sorban, sebagai seorang Indonesian, rasa nya ada yang kurang jika tak memberikan senyum kepada seseorang, namun sebuah kedipan mata yang menggoda ditambah gestur bibir yang tak seharus nya terlempar kan ke sesama pria tangguh yang saat itu ku terima, sontak seketika jiwa raga ini memberontak, ku tepis tangan pria di belakang ku yang mencoba mengajak duduk bersama pria di meja sudut itu, lalu buru buru ku pesan menu tercepat yang bisa di ambilkan untuk ku, bungkussss, bayar, dan langsung keluar dari situ, kubawa makanan itu kearah pantai dan jadi malah makan di pinggir pantai, seketika saat makan ku berpikir, ternyata makhluk macam ini ada dimana mana, ada di air, laut mau pun darat, seluruh penjuru mata angin, seluruh warna kulit dan ras dan juga atribut tentu nya, hahahahaha……tertawa geli aku mengingat nya….jika saja tak ku tolak, mungkin aku sudah jadi selir se orang dubai nan kaya raya !




Sabtu, 18 Februari 2017

“Drama”  Bollywood di Delhi


Untuk teman-teman nantinya yang ke India, kalau terjadi sebuah “drama Bollywood” yang merugikan kalian semua, jangan merasa segan, malu, atau takut untuk komplain dan menuntut hak kita.

 Yap, sepertinya kebanyakan orang di Delhi adalah bintang film Bollywood. Aku sebut ini karena kepiawaian mereka dalam berakting untuk melakukan penipuan. Nah, sekarang giliran aku terlibat suatu “drama” Bollywood di Bandara Delhi. Bandara yang tak lebih bagus bentuk dan fasilitasnya dibandingkan dengan Terminal 3, Bandara SoekarnoHatta, ditambah minimnya tempat nongkrong.

Drama ini terjadi saat aku mau check-in flight dari Delhi ke Kolkata. Batas waktu check-in masih 1 jam lagi, tapi kupikir langsung saja check-in supaya bisa bersantai di ruang tunggu. Toh cuma menunggu satu jam saja. Tak terlalu lama buatku.

Kudatangi counter Spice Jet dan bertanya ke petugas perempuan di sana untuk minta boarding pass. Setelah menunggu kurang lebih satu menit, si mbak dengan dandanan menor dan terlihat seperti tidak pernah senyum ini dengan juteknya berkata padaku.

  “Maaf, Pak. Penerbangan anda hari ini dibatalkan. Kalo bapak mau, kami bisa refund uang penuh ke credit card bapak dan bapak bisa cari flight lain di jam yang sama,” demikian katanya. Sekali lagi, tanpa senyum!

Seketika juga saya ngamuk. “What?! Enak saja kamu! Eh, aku ini beli tiket pake card temen aku, dan aku sekarang sudah tidak punya uang lagi untuk beli tiket via airlines lain. Aku pun di Kolkata hanya transit 2 jam, setelah itu aku langsung flight ke Kuala Lumpur dan langsung flight lagi ke Jakarta. Masa bodoh, aku tidak mau tau! Kamu urus masalah ini sampai selesai. Just get me in to another plane at the same time!!” kataku dengan raut muka yang kupasang sesangar mungkin.

Seketika itu juga suasana mendadak hening. Si mbak petugas Spice Jet di sana bengong mendengarkan ocehanku hahaha…

Para petugas Spice Jet seolah terkesima dengan kemarahanku. Sejenak mereka terdiam seperti di ruangan hampa udara. Bengong. Meski akhirnya satu suara memecah keheningan.

“Oke, Pak. Mohon tunggu 5 menit dan kami akan carikan penerbangan di jam yang sama untuk Anda.”

“Nah begitu dong,” pikirku dengan senyum sumringah.

Beberapa menit berlalu, akhirnya si mbak petugas Spice Jet tadi menghampiriku dengan selembar boarding pass dengan status check-in lengkap serta namaku tertulis di sana hahaha…. Akhirnya aku sukses menjadi “aktor Bollywood” di sini, pakai acting bentak-bentak pula. Puasss deh pokoknya.

Pesawatku diganti dengan maskapai IndiGo Airlines. Setelah menunggu kurang lebih satu jam, akhirnya aku naik juga ke pesawat untuk mencapai Kolkata. Ternyata pesawat Indigo ini lebih bagus dari pada pesawat yang aku tumpangi kemarin. Pesawatnya on time, lebih bersih dan lebih lega ruang kakinya. Begitu juga mendarat pesawatnya lebih mulus… Nggak rugi deh naik pesawat ini.


Sesaat setelah mendarat dengan mulus di Bandara Netaji Subhas Chandra Bose, Kolkata, aku langsung makan malam di tempat yang sama saat waktu pertama kali aku menginjakkan kaki di kota ini, di kafe pojok yang ada smoking room-nya.


Di kafe ini, menu chicken briyani-nya enak dan porsinya besar. Setelah merasa cukup kenyang, aku bersantai menunggu flight ke Kuala Lumpur. Secara badan sudah terasa capek dan perjalanan pulang masih panjang.


Untungnya, di bandara ini sampai aku check-in tak ada lagi “drama Bollywood” terjadi. Semua lancar jaya.

Untuk teman-teman nantinya yang ke India, kalau terjadi sebuah “drama Bollywood” yang merugikan kalian semua, jangan merasa segan, malu, atau takut untuk komplain dan menuntut hak kita. Karena di India, di balik keindahannya yang terkenal, banyak juga orang-orang yang berbuat tidak bertanggung jawab. Jangan ragu untuk melawan, pasti mereka dokem alias takut. Hehehe….Indonesia gitu lho!
Srinagar, I’m in Love

Semua orang memakai baju terusan seperti gamis besar bak jubah. Setelah aku bertanya-tanya, ternyata itu pakaian khas para Kashmiri saat musim dingin tiba. Fungsinya untuk mengusir rasa dingin yang berlebihan saat di luar rumah

Lima belas menit sebelum mendarat di Bandara Srinagar, kepalaku tak berpaling dari jendela pesawat. Kulihat pemandangan di bawah sana. Pegunungan, hamparan padang rumput, serta sungai yang mengular sejauh mata memandang semakin membuatku tak sabar untuk segera menjejakkan kaki di tanah yang disebut-sebut sebagai “Surga Dunia”.

Belum lagi hilang kekagumanku melihat pemandangan yang terhampar, awak kabin maskapai Spice Jet yang kutumpangi mengumumkan bahwa suhu di Bandara berada pada 5 derajat celcius. Aaah… senang sekali rasanya. Segera kunaikkan sandaran kursi dan berdoa agar pesawat mendarat dengan selamat.


Selepas pesawat mendarat dengan mulus, aku berjalan santai keluar Bandara yang tak begitu besar. Aku segera mengisi sebuah form arrival card yang diberikan pihak otoritas Bandara, lalu bergegas mencari loket taksi. Hal ini kulakukan dengan cepat. Aku khawatir akan lama mengantri karena banyaknya penumpang pesawat yang kembali setelah selesai menunaikan umroh.

Di pintu keluar bandara aku melihat ada yang aneh, kayaknya di sini semua orang memakai baju terusan seperti gamis besar bak jubah. Setelah aku bertanya-tanya, ternyata itu pakaian khas para Kashmiri saat musim dingin tiba. Fungsinya untuk mengusir rasa dingin yang berlebihan saat di luar rumah. Wah, aku harus membelinya untuk dibawa pulang nih, paling tidak satu buah... khas Kashmir gitu lho!

Di sini juga untuk pertama kalinya aku melihat perbedaan orang Kashmir dan India secara umum. Para Kashmiri (sebutan untuk penduduk Kashmir) rata-rata berkulit putih bersih dan tinggi. Wajahnya juga sekelas artis Jakarta semua hahaha... Sifat mereka juga baik, murah senyum dan ramah. Hal ini terbukti saat aku menanyakan letak loket taksi kepada seorang tentara di sana. Tentara itu tidak hanya menunjukan di mana letak loket, tetapi dia juga mengantarkan aku sampai tepat di depan loket taksi tersebut serta membantu memesan tiketnya. Wah, ini berbeda 180 derajat dengan orang-orang di Delhi atau di Kolkata yang ternyata lebih individualis.

Setelah membeli tiket, aku pun langsung menuju hotel tempat aku akan menginap. Di sepanjang perjalanan menuju hotel, masih terlihat jelas bekas banjir di mana-mana. Banjir ini kabarnya yang terbesar dan terparah di Kashmir selama 60 tahun terakhir. 

Akhirnya aku pun sampai di hotel tujuan dan langsung diantar ke kamar. Sesampainya di kamar, aku menaruh semua bawaanku dan kembali ke lobby untuk mengisi perut yang sudah mulai keroncongan. Setelah bertanya kepada beberapa orang, ternyata malam itu tidak ada restoran yang buka. Hal ini dikarenakan malam itu adalah salah satu hari besar Islam. Wah, aku bisa mati kelaparan nih!
 Akhirnya aku memutuskan kembali ke hotel dari pada mati kelaparan di tengah suhu beku. Aku teringat di tas bawaanku ada bekal yang diberikan oleh mama sebelum berangkat ke India. Ternyata menunya adalah dendeng balado dan beberapa sachet mie gelas yang malam itu jadi penyelamat perutku. Aku pun dapat tidur dengan lelap dalam hangatnya electric blanket.

Pagi harinya, aku langsung mencari tempat untuk sarapan, dan tak ada satupun warung makanan yang buka sekitar hotel. Akhirnya, aku putuskan untuk berjalan kaki ke area Danau Dal yang jaraknya kurang lebih satu kilometer dari hotel. Belum ada warung makan yang buka. 


Akhirnya aku menghampiri seorang bapak yang menjual cemilan, sambil berjalan mencari Pak Nizam. Beliau adalah seorang pemilik Shikara yang baik hati yang direferensikan oleh Om Yoli Hemdi untuk kutemui jika ingin bertanya tentang Kashmir. Pak Nizam juga akan memberikan tarif spesial untuk turis dari Indonesia yang ingin mengitari Danau Dal dengan Shikaranya. Ternyata setelah berkeliling selama hampir 5 jam aku tidak menemukan keberadaan Pak Nizam. Sampai akhirnya aku menunjukan foto Pak Nizam pada seorang tukang ojek yang mengaku mengenalnya dan bersedia mengantar aku ke tempat beliau tinggal. 
Aku pun sampai di rumah yang dituju, namun ternyata Pak Nizam tidak ada di rumah. Aku bertemu dengan adiknya yang bernama Shakeel. Setelah berkenalan, Shakeel pun mengajak aku masuk ke dalam rumahnya untuk menunggu Pak Nizam sambil menyuguhkan roti dan secangkir teh khas Kashmir. Setelah satu jam menunggu dan mengobrol dengan Shakeel, ternyata Pak Nizam tak juga kunjung datang. Akhirnya Shakeel memutuskan bersedia menemaniku mengililingi danau Dal dengan Shikara miliknya. Shakeel pun membawa peralatan Shikara dan tidak lupa sekotak pakaian Raja Kashmir zaman dahulu dan sebuah kamera untuk mengabadikan moment di tengah danau nanti.


Kami berangkat dan mengitari sudut Danau Dal yang tenang ditemani udara sejuk. Sangat indah dan nyaman rasanya berada di tengah danau ini. Tak lupa kami membeli beberapa cemilan dan minuman kaleng yang juga dijual di tengah danau. Dan setelah menemukan beberapa spot bagus, Shakeel pun memintaku untuk memakai pakaian raja yang tadi dibawanya dan bersiap untuk difoto. Wah, seperti Raja Kashmir beneran rasanya.

Setelah puas mengelilingi danau dan berfoto kami kembali ke Dal Gate untuk makan siang. Setidaknya kami tetap makan siang walau pun waktu sudah menunjukan pukul empat sore. Kami pun segera mencari restoran bernama Rock View yang juga direferensikan oleh Om Yoli Hemdi karena masakannya yang enak, murah, dan pemiliknya yang sangat ramah. 

Setelah berjalan kaki 15 menit, kami sampai di restoran Rock View dan bertemu dengan pemiliknya yang bernama Shaabir. Ia langsung menyambut kami dengan hangat dan mempersilahkan duduk, serta langsung menghidangkan segelas Chai, teh susu khas Kashmir. Di sana kami makan kari kambing spesial dengan lahap. Setelah makanan habis, aku ditemani Shabir ngobrol dan bercerita tentang apa tujuan untuk besok. Akhirnya Shakeel mau menemaniku ke Gulmarg besok pagi.


Sekembalinya dari Gulmarg, Shakeel mengatakan bahwa aku lebih baik tidur di rumahnya dari pada di hotel, dan aku pun menerima dengan senang hati asalkan tidak merepotkannya. Shakeel senang sekali karena aku bersedia menginap di rumahnya. Kami pun berangkat ke rumah Shakeel untuk beristirahat dan mempersiapkan fisik untuk perjalanan besok pagi ke Pahalgam. Benar saja, ternyata rumah Shakeel jauh lebih nyaman dan hangat, apalagi sambutan keluarganya yang sangat welcome padaku. 

Sekembalinya dari Pahalgam, kami singgah ke restoran Shabir untuk makan malam. Menu malam itu adalah gulai torpedo kambing yang sangat enak. Setelah beberapa lama mengobrol, Shabir mengajakku menginap di rumahnya serta menawarkan untuk mengelilingi Srinagar esok hari, memancing dan menginap di houseboat milik keluarganya. Gratis! What a lucky me!

Akhirnya kami menuju rumah Shabir dan aku berkenalan dengan anak, isteri, ayah, ibu, dan adiknya. Semua menyambutku dengan senyum hangat dan keceriaan. Tak terasa lama juga kami mengobrol dan bersenda gurau sambil tak henti-hentinya keluarga itu menyuguhkan makanan dan minuman yang lezat sampai hari larut malam. Aku dan Shabir pun beranjak ke lantai paling atas untuk tidur.


Pagi harinya kami bangun, langsung sarapan dan segera mengelilingi Srinagar dengan skuter milik Shabir. Ia mengajakku berkeliling mulai dari melihat bekas banjir besar, pasar tradisional yang membuat aku serasa kembali ke tahun 1930, dan juga mengunjungi Masjid Raya di sana. Baik sekali pria ini. Meluangkan waktunya untukku yang baru saja dikenal dan mengantar kesana kemari. Setelah puas mengitari berbagai sudut Srinagar, Shabir mengajakku untuk memancing di house boat. Sebelumnya, kami membeli 2 ekor ayam yang akan dimasak oleh mama mertuanya yang terkenal enak masak chicken curry-nya.






Alhasil, kami menunggu masakannya dengan memancing di pinggir houseboat. Sepertinya kami belum beruntung hari ini. Bahkan sampai makanan siap untuk disajikan, kami tak mendapat seekor ikan pun. Tapi semua itu tergantikan saat aku melahap chicken curry terenak yang pernah aku makan seumur hidupku. Saking enaknya aku sampai nambah dua kali tanpa rasa malu hahaha...

Di malam harinya, kami bercerita tentang hobi masing-masing, juga tentang Shabir dan temannya yang berkeinginan untuk mengunjungi Indonesia. Aku pun dengan bangga menceritakan keindahan Indonesia dengan kekayaan alam dan budayanya. Mereka sangat tertarik untuk datang dan berjanji akan menghubungiku jika datang ke Indonesia. Anyway... time to sleep in houseboat.


Bangun di pagi hari yang beku, aku membuka pintu depan houseboat. Ahhh.... kuhirup udara segar ini walaupun dingin. Shabir dan temannya belum juga bangun, aku pun membangunkannya dan pamit ke rumah Shakeel karena ada janji untuk membeli beberapa pashmina buat mamaku sebelum kembali ke Delhi.


Aku ingin membelinya langsung di tempat mereka membuat, bukan di toko-toko komersil. Tentu saja dengan kualitas lebih bagus dan harga lebih murah. Shabir dan temannya mengizinkanku untuk pergi. Menyeberang ke sisi danau Dal lainnya, aku pun menemui Shakeel yang sudah siap dengan sampannya. Kami langsung menuju tempat pengrajin pashmina yang juga teman baik Shakeel.

Setelah tiga puluh menit mendayung sampan, akhirnya kami sampai di tempat pengrajin dan disambut hangat, disuguhkan teh khas Kashmir dan selimut. Wah... semua orang di sini baik sekali. Sambil minum teh, mereka memperlihatkan beberapa jenis pashmina dari yang paling murah sampai yang paling mahal, tentunya dengan kualitas terbaik yang mereka miliki. Pengrajin tersebut dengan sabar memberikan informasi kepadaku tentang semua jenis pashmina. Di sinilah perbedaan antara penjual pashmina di Kashmir dengan kota lainnya. Di tempat lain, mereka membuat kita “terpaksa” membeli pashmina, serta tidak ada jaminan, apakah pashmina itu asli atau palsu. Sedangkan di Kashmir mereka dengan senang hati menginformasikan kepada kita, terlepas dari kita akan membeli atau tidak.


Di sinilah aku mendapat masalah, sudah hampir satu jam aku memilih pashmina sambil BBM-an dengan mama dan tanteku, belum juga ada keputusan pashmina yang akan dipilih. Apalagi sinyal HP pun hilang timbul disini.



Pengrajin ini melihat masalah yang aku hadapi, dan dengan spontan ia mengatakan, “Kamu pilih saja yang mama dan tantemu mau, terserah bawa aja 10 atau 20 buah, nanti sampai Jakarta saja kamu kirim uangnya.”

Spontan aku jawab, “Wah jangan Pak, aku tidak punya uang sebanyak itu, trus bagaimana kalau nanti aku kabur?”

Pengrajin itu hanya tersenyum dan menjawab, “Aku percaya sama kamu, kalau kamu membawa kabur 20 buah pashminaku, Allah akan ganti dengan 2000 buah pashmina.”

Sejenak aku terdiam. Entah apa yang ada dipikiran orang-orang ini, baik sekali seperti malaikat. Bagaimana bisa mereka punya cara berpikir seperti itu. Atau mungkin otakku terkontaminasi kehidupan Jakarta yang semrawut. Akhirnya mama dan tanteku memutuskan membeli beberapa potong pashmina dan aku segera membayarnya karena waktu sudah jam enam sore.

Sebelum aku naik ke sampan bersama Shakeel, sang pengrajin memanggilku lagi dan berkata, “Hey, you! Do you like this colour?” dengan menunjukkan sepotong pashmina bercorak abu-abu coklat.

“That’s the nice one.”

“So this one is a gift for you, next time bring your family here and we’ll have a good time again,” sambung sang pengrajin.

“I would, Sir!” jawabku.

Sampai malam di rumah Shakeel, aku langsung packing karena besok akan kembali ke Delhi. Setelah packing, rasanya backpack-ku seperti hampir meletus karena banyaknya titipan. Kami pergi makan malam untuk terakhir kalinya di restoran milik Shabir. Kami makan dengan lahap. Aku berpamitan dengan semua teman dan keluarga yang sudah menerima aku dengan baik selama di Kashmir. Ada perasaan haru meninggalkan tanah ini. Terlebih besok pagi jam 8 aku akan naik bus ke Delhi.

“I will miss you all!” kataku kepada mereka semua.

Kami pun kembali ke rumah Shakeel untuk istirahat, karena besok akan menempuh perjalanan panjang dan medan yang cukup berat. Good night Shakeel...

Selepas bangun di pagi hari, Shakeel mengantarkanku ke samping J&K BANK. Disana bus yang akan aku naiki sudah bersiap. Shakeel pun langsung memastikan tempat dudukku dan meminta nomor handphone sang pengemudi untuk memastikan bahwa aku aman sepanjang perjalanan. Dan tibalah saat keberangkatan. Aku pun berpamitan dengan Shakeel.


“Thanks a lot for all of this, my good friend. I hope that I will be able to come back here soon and have a good time with you again.”

“Me too. And safe flight to Jakarta,” katanya.

Oh my God... ”Srinagar I’m in Love.”